Rara mendut, whose theme is about love, government, and power, results in a text enjoyed by the society. Hal itu berarti juga bahwa novel roro mendut mempunyai hubungan tekstual dengan serat pranacitra. Novel sejarah merupakan cerita yang terjadi saat zaman dahulu. Pronocitro memandang kepada ni roro mendut yang melirik dengan ekor mata, sekali lagi mata ereka bersilang. Hasil penelitian yang didapat, dalam novel ini mengangkat tema percintaan. Bersama pamannya dan seorang pemuda sebayanya, semalam suntuk mereka harus bergulat melawan angin dan gelombanggelombang. Analisis novel roro mendut karya ajip rosidi dengan. Namun, dalam novel itu banyak dilakukan pengembangan dan modifikasi. Unsur intrinsik novel roro mendut karya ajip rosidi tema. Setelah kematian rara mendut dan pranacitra, genduk duku menjadi saksi perseteruan diamdiam antara wiraguna dan pangeran aria mataram, putra mahkota yang kelak bergelar sunan amangkurat i dan sesungguhnya juga jatuh hati kepada rara mendut perempuan rampasan yang oleh ayahnya dihadiahkan kepada panglimanya yang berjasa. Suatu ketika terjadi pertempuran besar yang menyebabkan roro mendut menjadi putri boyong untuk mataram. Roro mendut adalah seorang gadis biasa yang dibesarkan di pesisir pantai. Analisis cerita lusi lindri dari novel trilogi roro mendut. Novel ini biasanya menceritakan tentang masa kerajaan, seperti novel trilogi rara mendut.
Tidak seperi gadis lainnya, roro mendut tidak sudi dipersunting oleh adipati pangeran. Sebuah tema yang terus berulang, tercampakkan dan hanya hidup dalam legenda. Dan sekali lagi pula wajah kedua remaja itu terbakar merah. Novel sejarah roro mendut cerita rakyat yang disadur dan. Diceritakan dalam novel ini bahwa roro mendut adalah anak seorang janda petani yang sederhana. Kekuasaan telah membunuh mendut dan pronocitro di ujung keris sakti panglima perang mataram, tumenggung wiroguno.
Ia tumbuh menjadi kuat dan lincah karena kegemaran bermain di hamparan pasir pantai. Tokohtokoh dalam novel ini, diantaranya roro mendut dengan watak gigih dalam memperjuangkan keinginannya dan menunjukkan ketulusan cintanya pada pronocitro, tumenggung wiroguno dengan watak suka memaksa, sewenawena, dan pronocitro yang digambarkan sebagai lakilaki tampan, gagah, dan pemberani. Mangunwijaya menganalogikan bagaimana dominasi lakilaki terhadap perempuan dan pandanganpandangan masyarakat tentang wanita. Sekali lagi kita melihat, absurditas cinta mati siasia. Dari sana kita dapat belajar bahwa meskipun dalam situasi yang terjepit dan sulit, perjuangan kaum wanita dalam mencari kebebasannya dari dominasi lakilaki harus terus diperjuangkan. Mangunwijaya merupakan novel yang ditulis berdasarkan sebuah cerita klasi jawa berjudul serat pranacitra. Mangunwijaya merupakan sebuah transformasi gerak budaya dari kisah roro mendut dan prono citro, cerita rakyat di jawa.